Translate

Monday 11 June 2012

4-MENGENAL DIRI MELALUI RASA HATI . Bab 2 Bukti-bukti susahnya mengamalkan amalan batin

Syukur, Alhamdulillah, kerana masih direzekikan untuk belajar, menimba ilmu, sesungguhnya sangat besar ilmu ini kerana jika kita terlalai, rupanya kita tertipu....Allah sesekali tidak memandang akan rupa paras dan harta benda sesorang, tetapi Allah memandang hati, sungguh sukar untuk memahami hakikat amalan Batin, terima kasih wahai guruku kerana mengajarkan ilmu2 untuk mendidik hati dan mendekatkan diri dgn Allah swt..moga perkongsian ini memberi ilmu yg bermanfaat untuk diamalkan bersama. Wassalam.


______________________________________________


Bab 2

Bukti-bukti susahnya mengamalkan amalan batin

MENGAMALKAN syariat lahir adalah hal yang sulit. Buktinya lihat saja umat Islam hari ini tidak sedikit yang tidak solat, tidak puasa, tidak membayar zakat, tidak dapat membaca Al Quran, tidak belajar agama, tidak menutup aurat, melakukan pergaulan bebas, ikut sistem riba, berzina, minum minuman keras, menipu, mengadu domba, fitnah-memfitnah dan macam-macam perbuatan yang semuanya sangat bertentangan dengan syariat.


Umat Islam hari ini, yang bangga dengan keIslaman mereka adalah umat Islam yang gagal menegakkan syiar Islam dalam kehidupan rumah tangga dan masyarakat mereka. Bukannya mereka tidak tahu apa itu syariat Islam yang diperintahkan pada mereka, tetapi mereka tidak mampu melaksanakannya. Mereka lemah untuk melawan tuntutan hawa nafsu dan syaitan yang kuat menarik kepada jalan-jalan kejahatan dan kerusakan.


Begitulah susahnya untuk mengamalkan syariat Islam dan itu menjadi masalah besar yang dihadapi oleh mayoritas umat Islam hari ini.


Namun, mengamalkan syariat batin jauh lebih susah daripada syariat lahir. Sebab amalan batin merupakan ilmu rasa (zauk) dan bukan ilmu kata, bukan sebutan dan teori tetapi merupakan rasa hati. Bukan saja orang yang lemah syariatnya tidak dapat melaksanakan syariat batin bahkan orang yang syariat lahirnya sudah kuat dan bagus masih belum dapat merasakan dan menghayatinya.


Buktinya dapat kita rasakan sendiri. Meskipun sedikit banyak kita sudah melakukan syariat lahir seperti solat fardhu, solat sunat, puasa, zakat, haji, berjuang dan berjihad, belajar ilmu-ilmu agama bahkan mengajar orang lain menutup aurat, berdakwah dan lain-lain, tetapi kita masih lalai dari mengingat Allah dan tidak cinta pada-Nya, tidak ada rasa takut dengan kehebatan Allah serta hina diri dengan Allah. Tidak sabar berhadapan dengan ujian, tidak merasakan kuasa itu di tangan Allah, tidak merasa diri berdosa. Masih suka mengumpat, hasad dengki, cinta dunia, tidak ada rasa belas kasihan, tidak berlapang dada bila berhadapan dengan manusia yang beraneka ragam, sombong, pemarah, pendendam, jahat sangka, serakah, keras kepala, keluh kesah, putus asa, tidak redha dengan takdir, tidak bimbang dengan hari hisab, tidak takut Neraka, tidak rasa rindu dengan Syurga yang penuh kenikmatan.


Kita menganggap kehebatan kita yang membuat diri kita mencapai kejayaan. Kita tidak merasakan bahwa kapan saja  Allah bisa datangkan bencana dan mematikan kita. Karena merasa hebat maka kita membuat hutang, gila pangkat, membuat macam-macam rencana, tidak merasa kelemahan diri, tidak senang dengan kata nista orang, tidak senang dengan kelebihan orang yang menandingi kita, rasa menderita dengan kemiskinan, masih benci dengan orang yang tidak beramal (bukan rasa kasihan), masih merasa lebih bila berhadapan dengan orang yang tidak beramal, masih rasa terhina untuk menerima kebenaran dari orang lain, masih berat untuk mengakui kesalahan walaupun sedar kita sudah bersalah.


Jiwa merasa menderita bila dicaci, merasa tenang dan senang hati bila disanjung, merasa bangga bila mendapat nikmat, merasa mahu hidup lebih lama lagi dan merasa menderita bila miskin dan papa. Merasa bangga dengan kelebihan diri, merasa terhina dengan kekurangan, tidak pernah puas (cukup) dengan apa yang ada, tidak merasa berdosa (bersalah), tidak merasa dunia kecil dan hina, tidak merasa akhirat besar, tidak menderita bila berbuat dosa atau kesalahan tetapi menderita bila harta dan jabatannya hilang.
Mereka yang bagus dan kuat syariat lahirnya  pun masih belum dapat melaksanakan amalan batin (syariat batin) secara istiqamah dan sungguh-sungguh, apalagi yang amalan lahirnya diabaikan sama sekali. Lebih susah bagi mereka mendapatkan amalan batin.


Kalau diumpamakan syariat itu pohon, maka amalan batin adalah buahnya. Orang yang sudah memiliki pohon pun belum tentu memperoleh buahnya (dan kalaupun dapat buah belum tentu sedap rasa buahnya), apalagi orang yang tidak menanam pohon sama sekali.


Begitulah perbandingannya orang yang tidak bersyariat. Susah sekali baginya untuk merasakan hakikat. Kalau secara lahir dia tidak dapat tunduk pada Allah, tentu batinnya lebih susah untuk diserahkan pada Allah.

Di antara tanda susahnya mendapat hakikat (amalan batin) ialah:


1.    Ketika kita solat, secara lahir kita berdiri, rukuk dan sujud dengan mulut memuji dan berdoa pada Allah, tetapi kemanakah hati kita (ingatan dan fikiran)? Apakah juga menghadap Allah, khusyuk dan tawadhuk serta rasa rendah dan hina diri dengan penuh pengabdian dan harapan serta malu dan takut kepada Allah SWT? Ataukah hati terbang merewang ke mana-mana, tidak menghiraukan Allah Yang Maha Perkasa yang sedang disembah?


Begitu juga ketika sedang membaca Al Quran, bertahlil, zikir dan wirid, berselawat dan bertakbir, bertasbih dan bertahmid. Adakah roh kita turut menghayatinya? Atau waktu itu roh sedang merasakan satu perasaan yang tidak ada sangkut pautnya dengan amalan lahir yang sedang dilakukan?

2.     Pernahkah kita merasa indah bila sendirian di tempat sunyi karena mengingat Allah dan menumpukan perhatian sepenuhnya pada-Nya, merasa rendah dan hina diri, menyesali dosa dan kelalaian, mengingati-Nya sambil berniat dengan sungguh-sungguh untuk memperbanyak amal bakti pada-Nya?

3.     Kalau ada orang Islam yang sakit menderita atau miskin, adakah hati kita merasa belas kasihan untuk membantu atau menolong mendoakan dari jauh agar dia selamat?

4.     Pernahkah pula kita menghitung dosa-dosa lahir dan batin sambil menangis kerana istighfar kita terlalu sedikit dibandingkan dengan dosa kita yang menyebabkan kita nanti jadi bahan bakar api neraka?

5.     Selalukah hati kita senantiasa ingat pada mati yang boleh saja mendatangi kita sebentar lagi, kerana memang Tuhan dapat berbuat begitu. Kalau pun kita belum dimatikan, ertinya Tuhan menginginkan kita mencuba lagi untuk mencari jalan mendekatkan diri pada-Nya?

6.     Pernahkah kita menghitung berapa banyak harta kita, wang kita, rumah kita, kenderaan kita, perabut rumah kita,  pakaian kita, kasut kita, makanan kita dan simpanan kita yang lebih dari keperluan kita walaupun diperoleh dengan cara yang halal? Semua itu akan diperkirakan, dihisab dan ditanya, dicerca dan dihina oleh Allah di padang mahsyar nanti kerana kita membesarkan dunia dan mengecilkan akhirat.

7.     Pernahkah kita renungkan orang-orang yang pernah kita perlakukan secara kasar, kita umpat, kita tipu, kita fitnah, kita hina dan kita aniaya. Baik mereka itu adalah suami kita, isteri kita, ibu bapa kita, kaum kerabat kita, sahabat kita, tetangga kita atau siapa saja. Sudahkah kita meminta maaf dan membersihkan dosa dengan manusia di dunia tanpa menunggu tibanya hari yang dahsyat (hari kiamat)?


8.     Apabila Allah memberikan rasa sakit pada kita atau pada orang lain yang kita kasihi (apa pun jenis penyakit itu), dapatkah kita tenangkan hati dengan rasa kesabaran dan kesedaran bahawa sakit adalah kifarah (pengampunan) dosa atau sebagai peningkatan derajat dan pangkat di sisi Allah SWT?

9.     Ketika menerima takdir atau rezeki yang tidak sesuai dengan kehendak kita, dapatkah kita merasa redha, kerana itulah satu pemberian Allah yang sesuai untuk kita?

10. Di saat sesuatu yang kita inginkan dan cita-citakan tidak kita peroleh, dapatkah kita tenangkan perasaan kita dengan rasa insaf akan kelemahan dan kekurangan diri sebagai hamba Allah yang hina dina, yang menggantungkan hidup mati dan rezeki sepenuhnya pada Allah?

11. Di waktu mendapat nikmat, terasakah di hati bahwa itu adalah sebagai pemberian Allah lalu timbul rasa terima kasih (syukur) pada Allah dan rasa takut kalau-kalau nikmat itu tidak dapat digunakan kerana Allah dan berniat sungguh-sungguh untuk menggunakan nikmat itu hanya untuk Allah?

12. Kalau kita miskin dapatkah kita merasa bahagia dengan kemiskinan itu dan merasa lega kerana tidak perlu lagi mengurus nikmat Allah? Adakah kita merasa bahawa kemiskinan itu menyebabkan kita tidak perlu lagi mengadu dan meminta pada manusia kecuali pada Allah?

13. Kalau ada orang mencerca kita bolehkah hati kita merasa senang dan tenang lalu kita bersikap diam tanpa sakit, susah hati dan dendam. Bahkan kita memaafkan orang itu sambil mendoakan kebaikan untuknya sebab kita merasa bahwa ia telah memberi pahala pada kita melalui cercaannya itu?
Imam As Syafie berpuisi:

"Apabila seorang yang jahat mencerca aku, bertambah tinggilah kehormatanku. Tidak ada yang lebih hina kecuali kalau aku yang mencercanya."

14. Begitu juga kalau orang menipu, menganiaya dan mencuri harta kita, mampukah kita relakan saja atas dasar kita ingin mendapat pahala kerana menanggung kerugian itu?

15. Di waktu kita merasa bersalah dengan seseorang, apakah datang rasa takut akan kemurkaan Allah pada kita dan sanggupkah kita minta maaf sambil mengakui kesalahan kita?

16. Setelah kita melakukan usaha dan ikhtiar dengan kerja-kerja kita, apakah kita dapat melupakan usaha kita itu dan menyerahkannya kepada Allah? Ataukah kita merasa besar dan terikat dengan usaha itu hingga kita merasa senang dan tenang dengan usaha itu?

17.      Kalau orang lain mendapat kesenangan dan kejayaan dapatkah kita merasa gembira, turut bersyukur dan mengharapkan kekalnya nikmat itu bersamanya tanpa hasad dengki dan sakit hati?

18. Setiap kali orang bersalah, lahirkah rasa kasihan kita padanya, di samping ingin membetulkannya tanpa menghina dan mengumpatnya?

19. Kalau ada orang memuji kita, adakah kita merasa susah hati sebab pujian itu dapat merosakkan amalan kita? Dapatkah kita bendung hati dari rasa bangga dan sombong, kemudian mengembalikan pujian pada Allah yang patut menerima pujian dan yang mengaruniakan kemuliaan itu?

20. Bolehkah kita menunjukkan rasa kasih sayang dan ramah tamah dengan semua orang sekalipun kepada orang bawahan  kita?

21. Selamatkah kita dari jahat (buruk) sangka dan prasangka pada orang lain?

22. Kalau kita diturunkan dari jabatan atau kekayaan kita hilang, selamatkah kita dari rasa kecewa dan putus asa kerana merasakan pemberian jabatan dan penurunannya adalah ketentuan Allah? Sebab itu kita merasa redha.

23. Sanggupkah kita rasa belas kasihan dengan orang lain di waktu orang itu juga memerlukan apa yang kita perlukan?

24. Apakah kita senantiasa puas dan cukup dengan apa yang ada tanpa mengharapkan apa yang tidak ada?

Susah untuk memberi jawapan pada semua persoalan-persoalan yang telah diajukan di atas kerana memang susah untuk melakukan amalan-amalan batin, teramat sulit dan rumit. Itulah sebabnya banyak orang yang tidak melihat dan tidak memperdulikannya.


Namun, bagi mereka yang betul-betul mau mendekatkan diri pada Allah, di situlah titik tumpuan perhatian dan minatnya. Dia akan berusaha tanpa jemu untuk melakukan amalan-amalan batin dan menyuburkannya sepanjang masa  dengan cara melawan hawa nafsu (mujahadatunnafsi). Dia akan mendidik hatinya itu supaya biasa dan suka dengan amalan batin. Bahkan dia sanggup berkorban (mujahadah) untuk itu.


Para ulama berkata:
Perjuangan itu 10 bahagian. Satu bahagian ialah perjuangan menentang musuh-musuh lahir (orang kafir, munafik, Yahudi dan Nasrani), di waktu-waktu yang tertentu saja (bukan sepanjang masa). Manakala sebahagian lagi ialah perjuangan menentang musuh batin (nafsu dan syaitan) yang tiada hentinya yakni sepanjang masa."

Melaksanakan amalan batin memang susah dibandingkan dengan amalan lahir. Tetapi amalan batin itu lebih penting kedudukannya dari amalan yang lain.


Sabda Rasulullah SAW:
Terjemahannya: Bahwasanya Allah tidak memandang akan rupa dan harta kamu, tetapi Dia memandang hati dan amalan kamu.
(Riwayat Muslim)


Dan Allah berfirman:
Terjemahannya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang ada pada kaum itu, hinggalah mereka mengubah apa yang ada dalam diri mereka (hati mereka).
(Ar Raad: 11)

Kalau hati kita jahat, Allah tidak akan membantu kita dalam berbagai hal. Kalau hati kita rosak Allah sama sekali tidak akan memandang kita. Begitulah keutamaan amalan batin. Tiap umat Islam wajib melakukannya. Kalau kita lalai ertinya sepanjang hidup kita berada dalam dosa. Dosa batin yang tidak kita sedari.
Marilah kita bersihkan dosa lahir dan dosa batin kita. Mari kita bermujahadah untuk itu. Moga-moga Allah SWT merestui kita:

Terjemahannya: Dan mereka yang bermujahadah dalam jalan Kami, Nisaya Kami tunjukan jalan-jalan Kami itu. Sesungguhnya Allah berserta dengan orang yang berbuat baik.
(Al Ankabut: 69)



-------------------------------------------------------------------------------



Klik di sini untuk maklumat,
Dunia boleh dicari, tapi biar ditangan, tidak dihati.




No comments:

Post a Comment